Siang yang terik di desa Kebundadap kecamatan Saronggi kabupaten Sumenep. Saya bersama teman-teman juga Nares dan Kinar berjalan menyusuri jalan kampung menuju komplek pemakaman leluhur warga desa Pinggirpapas. Sengaja saya bawa anak-anak agar mereka mengenal budaya unik ini.
Jalan kampung yang lebarnya tak lebih dari 3 meter semakin terasa sempit karena ramainya pengunjung dan pedagang di sepanjang jalan menuju makam. Sesekali kami harus menepi karena ada rombongan tetua adat yang akan lewat.
Begitulah perjalanan kami untuk mengikuti upacara Nyadar. Upacara yang digelar 3 kali dalam setahun ini dilakukan oleh warga desa Pinggirpapas sebagai bentuk syukur atas panen garam. Untuk upacara ini, warga Pinggirpapas harus menyeberangi Sungai Saroka menuju desa Kebundadap, tempat leluhur mereka dimakamkan. Karena kalau lewat darat perjalanannya lumayan, butuh waktu hampir 1 jam. Sedangkan menyeberang sungai tak sampai 30 menit.
Sekali upacara Nyadar berlangsung selama 2 hari. Hari pertama hanya nyekar atau ziarah aja dan upacaranya dimulai selepas ashar.
Di hari pertama saya dan anak-anak melihat warga Pinggirpapas (yang sebagian juga menginap di Kebundadap) sudah berdatangan sejak pagi hari. Mereka datang membawa bunga yang dibungkus daun untuk nyekar. Semua bunga dikumpulkan di semacam pendopo tepat di depan komplek makam.




Setelah semua bunga terkumpul sampai membentuk gunungan, bungkusan dibuka dan bunga dimasukkan dalam keranjang-keranjang besar. Beberapa perlengkapan upacara seperti kemenyan, bedak dingin (berupa butiran kecil) dll juga siap di pendopo tersebut. Di sisi lain pendopo juga sudah ada bagian khusus yang menyiapkan bara api untuk membakar kemenyan. Semua petugas upacara ini orangnya memang khusus dan turun temurun, tidak bisa digantikan seenaknya.

Setelah semua bunga selesai dimasukkan dalam keranjang, ketua adat membuka pintu gerbang komplek makam. Sekitar 5 orang bertugas menyiapkan bara api, mengambil wadah di masing-masing cungkup makam. Selesai mengambil bara api di samping pendopo dan meletakkannya lagi di makam , barulah warga boleh masuk ke dalam komplek makam. Ya..mereka berebut untuk sampai duluan di masing-masing makam leluhurnya.


Warga berdoa di sekitar makam, lalu keluar dan rangkaian upacara hari pertama pun selesai. Sebelum magrib upacara sudah selesai.
Karena masih ada kesempatan bersantai, saya dan anak-anak pun mencoba kuliner yang ada di sepanjang jalan kampung. Yang paling menarik buat saya icipi adalah gettas dan rengginang manis, keduanya memang khas daerah Kebundadap dan hanya hari pertama Nyadar aja dijual kayak gini. Esok hari kedua Nyadar, sudah gak ada orang berjualan lagi.

Sambil kulineran saya melihat rumah-rumah warga sedang ramai menyiapkan keperluan upacara hari kedua besok. Wahh sepertinya keren nih besok upacaranya.
HARI KEDUA NYADAR
Jam 6 pagi saya sudah dalam perjalanan menuju desa Kebundadap. Kali ini saya tidak mengajak Nares dan Kinar. Dan saat berjalan menuju komplek pemakaman Nyadar tak ada lagi pedagang di sepanjang jalan.

Beberapa warga Pinggirpapas sudah mulai mengumpulkan nasi Nyadar yang diletakkan dalam wadah khusus berwarna merah terbuat dari bambu. Warga menyebutnya tanggi’. Di dalam tanggi’ ini nasi ditata diatas piring kuno yang berukuran besar, dihias irisan telur dadar dan ayam. Warga juga meletakkan sebungkus bunga ziarah dan beberapa butir bedak dingin diatas tanggi’. Ribuan tanggi’ terkumpul rapi di sekitar area makam.





Sementara tetua adat berkumpul di pendopo dan akan segera memulai upacara. Beberapa orang perempuan kemudian mengambil bungkusan bunga yang ada diatas tanggi’ dan mengumpulkannya di pendopo. Begitu juga dengan bedak dingin yang dikumpulkan untuk dipakai warga setelah upacara.

Seperti pada hari pertama, ada beberapa orang khusus menyiapkan bara api untuk kemenyan. Bedanya pada hari kedua..warga tidak lagi berebutan untuk masuk ke area makam.
Selesai ritual di makam, ada 4 orang dengan baju yang sangat unik berjalan menuju ke area utama tanggi’ dikumpulkan. Baju mereka ini hanya dipakai saat Nyadar, sudah bertahun-tahun digunakan secara turun temurun. Lalu keempat orang ini menghitung tanggi’ yang terkumpul dan mengumumkan jumlahnya.


Acara berlanjut pada doa. Dipimpin oleh sesepuh adat yang berpakaian hitam, warga berdoa. Selesai berdoa ada ritual memperebutkan bara api kemenyan. Lalu warga bisa mulai makan nasi yang ada dalam tanggi’.

Saya kira warga akan memakan semua nasi dan lauknya. Ternyata dimakan hanya 1-2 suap saja. Tanggi’ pun hanya dibuka sedikit saja. Selesai makan, nasi dan lauknya dimasukkan dalam keranjang dan dibawa pulang ke Pinggirpapas. Piring ‘pajeng’ yang asli kuno dan warisan turun temurun disimpan rapi kembali.



Sekilas tentang pajeng ini, warga sangat berhati-hati menyimpannya dan dijaga agar jangan sampai pecah. Seorang kawan menceritakan harga piring-piring itu sangat mahal, ada yang menaksir harganya sampai ratusan juta karena keaslian kunonya. Warga pun tidak akan pernah melepaskan piring pajengnya untuk dijual meski ditawar sampai ratusan juta. Karena mereka lebih membutuhkan piring tersebut untuk digunakan saat Nyadar. Kalau sampai pecah belum tentu saat upacara Nyadar berikutnya mereka bisa ikut lagi karena mereka harus membeli piring sejenis dengan harga yang tidak murah juga.

Selesai memasukkan nasi dan merapikan pajeng, warga pun kembali ke desa Pinggirpapas. Ada yang menyeberangi sungai Saroka lagi, ada juga yang naik mobil melalui jalur darat. Seluruh rangkaian acara Nyadar selesai sebelum waktu duhur tiba.


Diapakan nasi sebanyak itu dibawa pulang? Ada yang menyebut dibagi ke tetangga dan warga lainnya di Pinggirpapas, ada juga yang mengeringkannya dan disimpan untuk digunakan sewaktu-waktu bila diperlukan. Beras yang digunakan memang beda, kualitas terbaik yang tidak mudah rusak dan rasanya enak.
Upacara yang saya ikuti selama 2 hari ini ,masih menyisakan penasaran. Dalam setahun ada 3 upacara Nyadar di musim kemarau, dan selisih 1 bulan setiap upacaranya. Waktu pelaksanaan upacara ditentukan oleh ketua adat melalui musyawarah dengan sesepuh desa, biasanya sih sebelum Idul Adha dan sesudah Idul Adha (bulan haji). Nah..yang saya ikuti ini yang Nyadar pertama di tahun 2018. Yang kedua dan ketiga kebetulan saya tidak bisa ikuti. Semoga ada kesempatan jalan-jalan untuk ikut Nyadar lagi ya..Ikut?
Setiap upacara adat pasti punya filosofi yang kuat. Dan saya baru tahu jika di sumenep ada upacara nyadar nih
Indonesia selain alamnya yg keren, budayanya juga jempolan. Wonderful Indonesia!
Wah …. Tradisi yang unik, semoga tetap lestari dan jadi daya tarik wisata
Nih, saya fokus ke kapalnya yg unik gitu. Penasaran rasa naiknya gimana. Saya juga gak nyangka nasinya gak dihabisin di tempat ternyata ya. Ngebayangin juga persiapannya seberapa ribet sih kira2 apalagi setahun bisa sampai 3 kali
Wiksss, filosofinya warbiyasak ya Mba
Yang kuingat dari madura adalah cabe biru, sarung dan cambuk sovenir kaka. Kapan aku diajak ke madura
Ayok kak..kapan aja mau ke Madura..ready..heheh. Banyak banget yang khas disini..
Ooo…untuk itu nasinya, tadi pas baca kalau yg dimakan dikit aja juga semoat mikir dikemanain nasi yg segunung itu,, kan mubazir kalau dibuang
Upacaranya unik ya,baku baru tahu loh Mbak ada upacara nyadar ini
Woww Indonesia kaya akan tradisi ya.. Kaget aku baca piring itu ampe puluhan juta harganya.. Muahal. Banget
Luar biasa. Indonesia ini begitu kaya dengan budaya dan saya baru tau adat Nyadar ini. Apa maksudnya sama kaya nyekar ya ? Sayangnya setiap bertandang ke daerah waktunya sering tidak bertepatan dgn acara budaya.
Iya sama kayak nyekar ..bener..acara budaya kadang penetapannya juga gak ngikuti hari libur nasional..hehe
Ternyata begitu ya tradisi nyekar aku jadi baru tahu banyak banget orang Indonesia yang suka nyekar dan pasti pakai kemenyan ya hiks
Unik banget ya tradisi ini dan aku baru tau lho adanya tradisi nyekar kaya gini.
Acaranya meriah banget ya. Upacara Nyadar seperti ini pasti menghabiskan dana lumayan banyak ya. Kalau yang ga mampu gimana tuh? Btw yang makam2 itu rumah2an yang gentengnya merah dan ada tarikan garis putih memang harus disamakan semua?
Wah senang bisa meliput acara budaya seperti ini ya mba.. Ohya, itu eknapa masuk makam di hari 1 harus berebutan? Apakah ada alasan khusus?
salah satuny untuk dapet tempat yang nyaman utk nyekar.
Wow, baru kali ini aku melihat warga berlomba-lomba masuk ke dalam pemakaman 😀
Aku kira nasi dan telurnya bakal ditaruh di makam, syukurlah dimakan kembali oleh keluarga masing-masing jadi nggak sia-sia. Jadi apakah istilah “nyadar” ini diambil dari telur dadar yang digunakan dalam nasi?
Saya baru tahu, lho, ada upacara Nyadar. Unik juga ya. Nggak kebayang kalau harus menjaga piring kuno turun-temurun begitu. Harus hati-hati banget, ya.
Indonesia negara yang kaya budaya banget. Selalu ada aja budaya yang baru saya ketahui. Itu baju-bajunya awet juga karena msih bisa dipakai secara turun temurun
Jadi nyadar ini kayak ziarah kubur berarti, ya? Makanan di bawa pulang nanti dimakan keluarganya gitu?
Sebenarnya ini adalah tradisi turun temurun dari leluhur. Zaman penyebaran Islam, budaya hindu masih lekat. Jadi masih ada akulturasi budaya, menurutku, ya.
Hai mbak Dian, ketemu lagi. Upacara Nyadar dilakukan tiga tahun sekali. Sering juga ya. Melihat foto mbak Dian, kayaknya skala penyelenggaraan acara lumayan besar. Oh ya arti Nyadar dalam Bahasa Madura apa ya?
Aku baru tahu nih soal Nyadar di Madura.
Kalau ada waktu dan rejeki, aku mau juga ah seperti mbak Dian ikutan upacara Nyadar. Merasakan budaya bangsa sendiri, bikin kaya pengalaman dan kaya hati.
Dua kali ke Madura, agak roaming karena gak ngerti bahasanya. Suami yang orang Jawa Timur pun cuma paham sedikit-sedikit hehe.
Btw, bisa dapat info kapan pelaksanaan upacara Nyadar ini di mana ya, Mbak? Pengen lihat juga kalau waktunya pas.
Menarik memang ya mengikuti acara adat seperti ini. Dan menarik pula ketika tau harga piring2nya yang sampai ratusan juta rupiah 😮
Aku baru tau banget soal tradisi nyadar di Madura ini. Gak banyak yang ulas ya kak. Nambah pengetahuan banget nih.
Gettas itu makanan dari apa mbak? Unik namanya. Indonesia memang beragam, banyak budaya yang unik. Aku sendiri baru tahu tentang upacara nyadar ini.
Setahun 3 kali itu rasanya cepat banget loh Mbak. Tahu-tahu udah upacara Nyadar lagi. Saya paling suka kalau ikut acara begini karena puas motret dan mengeksplorasi kamera untuk motret human interest.
Wow. Baru tahu Ada upacara Nyadar ini. Peran garam di masyarakat Madura memang Penting sekali ya. Saya penasaran dengan piring2 kunonya. Motif Birunya seperti dari Belanda. Apa China ya?
Aku ke Madura cuma baru sebatas sampe ke Bebek Sinjai aja lalu balik ke Surabaya. Next time mesti eksplor lagi nih kayaknya…